JAKARTA, Makansedap.id - Di usianya yang telah menginjak 57 tahun, Djauhari Effendi yang akrab disapa Bejo, mengingat kembali awal mula dirinya ketika kali pertama menekuni dunia jurnalistik.
Tahun 1992 adalah langkah pertamanya sebagai wartawan Surabaya Post. Profesi yang penuh idealisme, tapi juga tidak selalu menjanjikan stabilitas. Bertahun-tahun, Bejo meliput, menulis, dan mencari kebenaran, tapi jauh di dalam hatinya, Bejo tahu dirinya perlu sesuatu yang lebih dari sekadar tulisan. Dia butuh harapan. Dia butuh keberlanjutan hidup.
“Harus ada bisnis baru. Harapannya adalah supaya bisa survive dan bisa membuka lapangan pekerjaan,” katanya lirih saat ditemui Makansedap.id di Jakarta, belum lama ini.
Keputusan itu bukan hal mudah. Tapi Bejo tak sendiri. Bersama sahabatnya, Pradityo Aribowo yang biasa dipanggil Adit, akhirnya memutuskan untuk merintis usaha kuliner. Pilihannya jatuh pada sesuatu yang begitu akrab di lidah masyarakat Indonesia, yaitu bakso.
BACA JUGA:Mimpi Sugeng Wahyudi Menghidupkan Kembali Lesbumi
Tapi ini bukan sekadar bakso biasa. Ini adalah bakso tanpa bahan pengawet, buatan tangan, hasil dari kerja keras dan ketekunan yang tak sedikit.
Keputusan itu bukan tanpa alasan. Adit berasal dari Wonogiri, tanah yang dikenal luas sebagai Kota Bakso. Tapi meskipun mempunyai darah Wonogiri, Adit memulai semuanya dari nol.
Adit belajar langsung dari Pakde Yanto, seorang perajin bakso senior di Bekasi, Jawa Barat. Hari demi hari dihabiskan untuk mengolah, mencampur, menggiling, membentuk. Berkali-kali gagal, berkali-kali mengulang.
Sampai akhirnya, datang pengakuan yang ditunggu-tunggu, yaitu Pakde Yanto menyatakan Adit berhasil.
BACA JUGA:Teratai Resto, ketika Kelezatan Rasa Menemukan Rumahnya
Dari dapur sederhana itulah, lahir produk pertama mereka, bakso frozen. Tak disangka, sambutan pasar sangat positif. Permintaan datang bertubi-tubi, dan Bejo pun mantap melangkah lebih jauh.
Bersama Adit, mereka mendirikan dua warung bakso dengan nama Abang Bakso Wonogiri. Warung pertama berdiri di kawasan Depok 2 Timur, Jalan Keadilan Raya, Pasar Musi. Yang kedua, tak tanggung-tanggung, bertempat di kantin Smesco Indonesia, Jl Gatot Subroto No Kav 94, Jakarta.
Dengan modal awal sekitar Rp 150 juta, mereka mencoba menembus kerasnya dunia usaha kuliner. Tapi perjuangan itu bukan tanpa rintangan.
Lokasi yang berada di jalur cepat membuat pelanggan kesulitan untuk berhenti. Penjualan naik-turun. Ada masa surut yang membuat mereka nyaris goyah.
BACA JUGA:Mengenal Kuliner Khas Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, Ini Daftarnya