Melalui metode data crawling berita kasus kekerasan seksual pada sembilan media online sejak Januari 2020 hingga Juni 2022 itu ditemukan sebanyak 212 artikel berita yang menyebutkan identitas korban.

Selain identitas korban, Ninik Rahayu juga mengingatkan pengungkapan nama pelaku kekerasan berbasis gender harus berhati-hati. Pers harus memikirkan nasib keluarga pelaku yang dikhawatirkan dapat menjadi korban lanjutan dan mendapat stigma dari masyarakat. Padahal, mereka belum tentu bersalah.

Ninik Rahayu menambahkan, pengungkapan identitas pelaku juga tidak jarang menjadi pintu masuk yang mendorong publik untuk menelusuri identitas korban. Sebab, kata Ninik Rahayu, akan selalu ada pihak pelaku dan korban di dalam sebuah tindak kejahatan atau kekerasan berbasis gender.

“Pertanyaannya adalah apakah korban sudah siap atau tidak peristiwanya dibuka. Terkadang korban tidak siap. Kalau tidak siap, jangan dibuka dulu pelakunya,” ujar Ninik Rahayu yang pernah menjabat Komisioner Komnas Perempuan pada periode 2006-2009 dan 2010-2014.

Berdasarkan riset Dewan Pers bersama Universitas Tidar, ditemukan sejumlah kata kunci dalam pemberitaan yang mengandung pelabelan atau stereotyping, diskriminasi, marginalisasi, hingga penghakiman kepada korban atau victim blaming. (rw)

Baca Berita Lainnya di GOOGLE NEWS