“Persiapan kami rutin setiap minggu membina beberapa kelompok. Penampilan pada waktu malam berbeda lagi. Jadi kami membina dari beberapa kelompok. Jadi ini semacam pentas kelas,” kata Rury Nostalgia.

Sedangkan, terkait dengan akulturasi budaya, penonton dapat menikmati perpaduan budaya tidak hanya melalui kisah inspiratif itu, tetapi juga pakaian dan aksesori yang digunakan para penari.

Misalnya, dua sumpit yang dipakai di atas kepala, baju berwarna putih dengan potongan lengan berbentuk lonceng hingga membawa kipas berwarna merah dengan ukuran besar. Sedangkan, untuk budaya Jawa dapat terlihat dari bawahan yang penari gunakan.

“Di sini ada nuansa China, kebayanya juga bukan Jawa ini lonceng. Tapi bawahnya ini tetap khas Jawa dengan samparan itu khas banget dengan Jawanya. Jadi akulturasinya itu yang kita pengen lihatnya Jawanya China atau Chinanya Jawa,” kata Rury Nostalgia.

Kemudian untuk kisahnya, Rury Nostalgia menjelaskan pertunjukan memadukan tarian Jawa dan China yang diiringi oleh gamelan serta para penari Padnecwara untuk membawakan kisah Kelaswara dan Ananinggar. (rw)

Baca Berita Lainnya di GOOGLE NEWS