Penderita anemia aplastik disebut mengalami gejala seperti mudah merasa lemah, letih, lesu, lambat berpikir, dan loyo akibat kurangnya sel darah merah. Kemudian mudah sakit dan terkena infeksi menular seperti batuk pilek dan diare karena sel darah putih yang tidak cukup memberi proteksi pada tubuh.

Gejala lain yang dirasakan, kata dr Ngabila Salama, karena kekurangan keping darah yaitu mudah mengalami memar, muncul lebam kebiruan pada kulit, bahkan saat tidak mengalami benturan dengan sebab yang jelas hingga sering mimisan.

Supaya penyakit anemia aplastik tidak menyebabkan perburukan gejala, menurut dr Ngabila Salama, masyarakat segera melakukan deteksi dan mengakses pengobatan secara dini. Skrining kesehatan dapat dilakukan secara berkala per enam bulan sekali.

Salah satu contoh program deteksi dini yang diberikan pemerintah secara gratis, menurut dr Ngabila Salama, yaitu program calon pengantin yang mencakup pemeriksaan darah kedua calon dan pemeriksaan ibu hamil.

Sementara, pada anak-anak dengan riwayat keturunan kanker seperti kanker darah atau autoimun, dianjurkan untuk melakukan skrining darah secara berkala enam atau 12 bulan sekali dengan pemeriksaan hematologi lengkap, bahkan sesuai anjuran dokter bisa jadi diperiksakan bone marrow puncture dan Red Blood Cell Distribution Width atau RDW untuk mengukur kisaran ukuran sel darah merah.