Mimpi Sugeng Wahyudi Menghidupkan Kembali Lesbumi

Perjalanan Sugeng Wahyudi bersama Lesbumi adalah kisah tentang harapan dan komitmen.-Makansedap.id-Sugeng Wahyudi
JAKARTA, Makansedap.id - Di sebuah ruang sederhana di kantor Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jakarta, Sugeng Wahyudi, 50 tahun, duduk dengan mata berbinar penuh semangat.
Di balik wajahnya yang tenang, tersimpan mimpi besar untuk menghidupkan kembali sebuah lembaga kebudayaan yang sudah berusia lebih dari setengah abad, Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi).
“Lesbumi bukan sekadar organisasi,” ucap Sugeng lirih.
“Lesbumi adalah jembatan antara seni, budaya, dan dakwah Islam. Sebuah wadah yang dulu dirintis oleh para tokoh besar perfilman nasional seperti Djamaludin Malik, Asrul Sani, dan Usmar Ismail. Mereka mempunyai visi sama, menjadikan seni sebagai ekspresi religius yang meresap ke dalam jiwa masyarakat,” kata Sugeng sambal tersenyum.
BACA JUGA:Tips Pertolongan Pertama pada Korban Gigitan Ular
Sugeng yang dikenal sebagai penulis skenario film layar lebar Malam Para Jahanam (2023), telah lama bergelut di dunia seni. Dia bukan hanya sekadar seniman, tapi juga penggerak budaya yang percaya bahwa kekayaan tradisi Indonesia harus terus dilestarikan, terlebih dalam menghadapi arus modernisasi dan pengaruh budaya Barat yang semakin deras.
“Lesbumi lahir pada 28 Maret 1962 sebagai bentuk respon NU terhadap tantangan zaman. Namun kini, lembaga ini perlu bangkit kembali, menjadi napas baru bagi seniman dan budayawan NU agar dapat menyalurkan ekspresi keagamaan melalui seni yang relevan dengan era sekarang,” kata Sugeng.
Langkah nyata Sugeng pun mulai terlihat. Pada 10 Agustus 2025 lalu, Lesbumi PWNU Jakarta menggelar acara perdana bertajuk Ngaji Budaya dan Diskusi di kantor PWNU II, Cilandak.
Forum ini bukan sekadar diskusi biasa, melainkan ruang terbuka yang memadukan nilai-nilai keislaman dengan ekspresi seni dan budaya, membangun ekosistem kreativitas yang harmonis.
BACA JUGA:Ini Daftar Pelaku Industri Terpilih Program WISH Gastronomi, Simak Penjelasannya
Acara tersebut dipenuhi dengan momen mengharukan, pemutaran film karya pendiri Lesbumi, Tauhid, pembacaan puisi yang menembus jiwa, hingga penampilan seni lokal bernuansa Islami yang menggugah hati.
Kehadiran tokoh-tokoh ulama, budayawan, dan akademisi menegaskan bahwa seni dan budaya bukanlah hiburan semata, melainkan sarana dakwah yang hidup dan mengakar kuat dalam sejarah Islam Nusantara.
“Melalui Lesbumi, kami ingin membuka ruang edukasi, tidak hanya tentang film atau musik, tapi juga teknologi baru di dunia perfilman. Kita ingin membangun kreativitas yang terintegrasi, agar generasi muda bisa memahami esensi seni sebagai ekspresi spiritual dan budaya yang kaya,” jelas Sugeng dengan penuh harap.
Perjalanan Sugeng bersama Lesbumi adalah kisah tentang harapan dan komitmen. Baginya, melestarikan seni dan budaya tradisional bukan hanya soal menjaga warisan, tapi juga menjaga identitas dan memperkuat jati diri umat.