Film Not Friends dikemas dengan bumbu komedi melalui adegan dan dialognya. Lalu drama yang bisa memicu air mata dan kisah yang relatif segar tentang dunia anak sekolahan kekinian yang begitu melek teknologi.

Sebagian penonton generasi masa kini dan bahkan milenial mungkin merasa terhubung dengan cerita Pae dan rekan-rekannya serta konflik yang mereka hadapi.

Atta Hemwadee mengajak penonton untuk mempertanyakan tentang hal terpenting apa dalam sebuah kehidupan remaja dan mengerucutkan pada dua pilihan yakni teman atau mimpi melalui tokoh Pae.

Di sisi lain, sebenarnya ada ruang dan waktu untuk berpikir sejenak di tengah kekalutan dan membuat keputusan logis. Remaja menurut Stanford Medicine Children’s Health dapat melakukan pemikiran yang lebih kompleks atau logika formal. Ini termasuk kemampuan untuk mempertimbangkan banyak sudut pandang dan menyadari tindakan proses berpikir.

Tokoh Pae menuntun penonton pada keputusannya yang mempertimbangkan setidaknya pada situasi karakter Ohm, Bokeh dan tentu saja dirinya sendiri. Ide-ide nyeleneh tak terduga anak-anak sekolah menengah atas dalam mewujudkan sebuah karya film menjadi warna tersendiri dalam film Not Friends.

Tak lupa, bumbu asmara juga dihadirkan di sini kendati hanya sekilas, serta secuil tentang genre tayangan khas Thailand masa kini yang populer di kalangan pencinta drama asal Negeri Gajah Putih itu. Tren genre yang mungkin ditentang sebagian kalangan di tanah air.

Dialog-dialog dibuat cenderung mudah dipahami. Kemudian, ekspresi para karakter yang jenaka hingga serius dalam film ini mengingatkan pada film-film terdahulu tentang anak sekolah seperti SuckSeed yang tayang pada 2011.